Sabtu, 23 April 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PAA PASIEN DENGAN PENYAKIT CEDERA KEPALA BERAT

 NAMA  ; PUTU PEBRIANA W

KELAS ; /KP/VI

NIM  : 04.08.2066

DEFINISI CIDERA KEPALA

Cidera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma tertutup maupun trauma tembus.
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognonis selanjutnya.
Tindakan resusitasi (rangsang jantung), anamnesis (riwayat orang sakit dan penyakitnya pada masa lalu, atau mengenal sejarah suatu penyakit sampai ke titik dimana catatan itu diambil agar dapat ditegakkan diagnosa yang tepat untuk kepentingan terapi), dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cidera kepala menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit.
Cidera kepala dibagi menjadi tiga yaitu cidera kepala ringan, sedang dan berat. Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan skala Glasgow Coma Scale 15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala dapat terjadi abrasi, lacerasi, haematoma kepala dan tidak ada kriteria cidera sedang dan berat. Sedangkan cidera berat adalah keadaan dimana struktur lapisan otak mengalami cidera berkaitan dengan edema, hyperemia, hipoksia dimana pasien tidak dapat mengikuti perintah, coma (GSC < 8) dan tidak dapat membuka mata.
Cidera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan morfologi cidera:
1.    Mekanisme: berdasarkan adanya penetrasi durameter
·    Trauma tumpul: kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)
 Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
·    Taruma tembus: (luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya)
2.    Keparahan cidera
-    Ringan    : Skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS) 14-15
-    Sedang    : GCS 9 – 13
-    Berat    : GCS 3 – 8
3.    Morfologi
-    Fraktur tengkorak: kranium, linear/stelatum, depresi/non depresi, terbuka/tertutup.
Basis: dengan / tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan / tanpa kelumpuhan nervus VII.
-    Lesi Intrakranial: Fokal, Epidural, Intraserebral
Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cidera aksonal difus.
Dalam banyak aspek, pengelolaan cidera kepala pada anak serupa dnegan dewasa. Namun dalam beberapa hal sedikit berbeda atau sangat khusus. Anak-anak terutama yang berusia 2 tahun ke bawah rentan terhadap komplikasi dan sekuele berat setelah cidera kepala berat. Banyak dari komplikasi tersbut berkaitan dengan cidera sekunder otak seperti edema, hiperemia, hipoksia.
Mekanisme cidera kepala berat berupa dengan dewasa, namun anak yang tertabrak kendaraan 3 kali lebih sering dari dewasa. Kecelakaan sepeda juga sering, namun akibat jatuh tidak sesering dewasa. Walau begitu, derajat kerusakan yang diakibatkan oleh jatuh tidak sama dengan dewasa.

1.2.    TANDA DAN GEJALA CIDERA KEPALA BERAT
A.    Gejala
Merasa lemah, lesu, lelah, hilang keseimbangan, perubahan tekanan darah atau normal perubahan frekuensi jantung, perubahan tingkah laku atau kepribadian, inkontenensia kandung kemih / khusus mengalami gangguan fungsi, mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan / minum, kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinnitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan, sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, trauma baru karena kecelakaan konfusi, sukar bicara, dan kelemahan pada salah satu sisi tubuh.

B.    Tanda
Cidera kepala berat mempunyai tanda yang variabel yaitu:

-    Perubahan kesadaran    -    Depresi      
-    Latergi    -    Muntah (mungkin proyektif)      
-    Ataksia atau cara berjalan tidak
Tetap    -    Gangguan menelan      
        -    Perubahan kesadaran sampai koma      
-    Cidera orthopedic              
-    Kehilangan tonus otot    -    Perubahan status mental      
-    Cemas    -    Perubahan pupil      
-    Mudah tersinggung    -    Kehilangan penginderaan      
-    Delirium (suatu kondisi dimana
kesadaran menjadi kabur dan
disertai ilusi atau halusinasi)    -    Kejang      
        -    Kehilangan sensasi sebagian tubuh      
                  
-    Agitasi    -    Wajah menyeringi      
-    Bingung     -    Respon menarik pada rangsang      
-    Perubahan pola nafas    -    Nyeri yang hebat      
-    Nafas bunyi rochi    -    Gelisah       
-    Fraktur atau dislokasi    -    Gangguan rentang gerak      
-    Gangguan penglihatan    -    Gangguan dalam regulasi suhu tubuh      
-    Gangguan kognitif              
        -    Afasia motoris atau sensoris      
        -    Bicara tanpa arti disartria anomia      
               

GI CIDERA1.3.    ETIOLO KEPALA BERAT

Menurut Hudak dan Gallo (1996: 108) mendeskripsikan bahwa penyebab cidera kepala adalah karena adanya trauma rudapaksa yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu:
1.    Trauma Primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselarasi dan deselerasi).
2.    Trauma Sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui, akson) yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi siskemik.

1.4.    PATOFISIOLOGI CIDERA KEPALA BERAT
Trauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia Aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma epidural, subdura maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplai oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan edema cerebral. Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan TIK (Tekanan Intrakranial) merangsang kelenjar Pitultary dan Steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anoreksia sehingga masukan nutrisi kurang.

1.5.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.    CT-Scan
Mengidentifikasi adanya hemorragic, ukuran ventrikuler, infark pada jaringan mati.
2.    Foto tengkorak atau cranium
Untuk mengetahui adanya fraktur pada tengkorak.
3.    MRI (Magnetic Resonan Imaging)
Gunanya sebagai penginderaan yang mempergunakan gelombang elektomagnetik.
4.    Laboratorium
Kimia darah: mengetahui ketidakseimbangan elektrolit.

1.6.    KOMPLIKASI CIDERA KEPALA BERAT
1.    Kebocoran cairan cerebrospinal, dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2 – 6 % pasien dengan cidera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85 % pasien. Drainase lumbai dapat mempercepat proses ini. Walaupun pasien ini memiliki resiko meningitis yang meningkat (biasanya pneumolok), pemberian antibiotik profilaksis masih kontoversial. Otorea atau rinorea cairan cerebrospinal yang menentap atau meningitis berulang merupakan indikasi untuk operasi reparatif.
2.    Fistel Karotis-Kavernosusu, ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosisi dan bruit orbital dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cidera. Anglografi diperlukan untuk konformasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskular merupakan cara yang paling efektif dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang permanen.
3.    Diabetes Inspicidus, dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum. Vasopresin arginin (pitressin) 5 – 10 unit intravena, intramuscular, atau subkutan setiap 4 – 6 jam atau desmopressin asetat subkutan atau intravena 2 – 4 mg setiap 12 jam, diberikan untuk mempertahankan pengeluaran urin kurang dari 200 ml/jam, dan volume diganti dengan cairan hipotonis (0,25 5 atau 0,45 % salin) tergantung pada berat ringannya hipernatremia.
4.    Kejang Pascatrauma, dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predesposisi untuk kejang lanjut. Kejang dini menunjukkan resiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan. Insidens keseluruhan epilepsi pascatrauma lanjut (berulang, tanpa provokasi) setelah cidera kepala tertutup adalah 5 %; resiko mendekati 20 % pada pasien dengan perdarahan intrakranial ayau fraktur depresi.
5.    Pneumonia, radang paru-paru disertai eksudasi dan konsolidasi.
6.    Meningitis Ventrikulitis
7.    Infeksi saluran kemih
8.    Perdarahan gastrointestinal
9.    Sepsis asam negatif
10.    Kebocoran CSS

1.7.    PENATALAKSANAAN
1.    Pemeriksaan Fisik
Hal penting yang pertama kali dinilai adalah status fungsi vital dan status kesadaran pasien. Ini harus dilakukan sesegera mungkin bahkan mendahului anamnesis yang teliti.
a.    Status fungsi vital
Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang dinilai adalah:
-    Jalan nafas
-    Pernafasan
-    Nadi dan tekanan darah, sirkulasi jalan nafas harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera dipasang pipa naso/orofuring, diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher hams berhati-hati bila ada riwayat / dugaan trauma servikal (whiplash injury), Jamb dengan kepala dibawa atau trauma tengkuk. Gangguan yang mungkin ditemukan dapat berupa:
·    Pernafasan cheyne stokes
·    Pernafasan blot / hiperventilasi
·    Pernafasan taksik yang menggambarkan makin memburuknya tingkat kesadaran.
Pemantauan fungsi sirkulasi dilakukan untuk menduga adanya shock, terutama bila terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax, trauma abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah yang disertai dengan melambatnya frekuensi nadi dapat merupakan gejala awal peninggian tekanan intracranial, yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh hematoma epidural.
2.    Status kesadaran, dewasa ini penilaian status kesadaran secara kualitatif, terutama pada kasus cidera kepala sudah mulai ditinggalkan karena subyektivitas pemeriksa; stulah apatik, samnolen, spoor, coma. Sebaliknya dihindari atau disertai dengan penilaian / perbandingan secara ketat. Cara penilaian kesadaran yang luas digunakan ialah dengan skala koma Galsgow. Cara ini sederhana tanpa memerlukan alat diagnostik sehingga dapat digunakan baik oleh dokter maupun perawat. Melalui cara ini, perkembangan / perubahan kesadaran dari waktu ke waktu dapat diikuti secara akurat.
Skala koma Glasgow adalah berdasarkan penilaian / pemeriksaan atas tiga parameter, yaitu:
a.    Buka Mata (E)
4 : Spontan
3 : Dengan perintah
2 : Dengan rangsang nyeri
1 : Tidak ada reaksi
b.    Respon Motorik Terbaik (M)
6 : Mengikuti perintah
5 : Melokalisir nyeri
4 : Menghindari nyeri
3 : Fleksi abnormal
2 : Ekstensi abnormal
1 : Tidak ada gerakan
c.    Respon Verbal Terbaik (V)
5 : Orientasi baik dan sesuai
4 : Disorientasi tempat dan waktu
3 : Bicara kacau
2 : Mengerang
1 : Tidak ada suara
3.    Status Neurologik lain
Selain status kesadaran di atas pemeriksaan neurologik pada kasus trauma kapitis trauma ditujukan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda fokal yang dapat menunjukkan adanya kelainan fokal, dalam hal ini perdarahan intracranial. Tanda fokal tersebut adalah:
-    Anisokori (ketidaksamaan ukuran diameter kedua pupil mata)
-    Paresis / Parahisis (Paralisis ringan atau tidak lengkap)
-    Reties patologik sesisi

1.8.    PENGOBATAN
1.    Memperbaiki / mempertahankan fungsi vital agar jalan nafas selalu bebas, bersihkan lendir, dan darah yang dapat menghalangi aliran udara pernafasan. Jika perlu dipasang pipa naso / orofaring dari pemberian oksigen. Infuse dipasang terutama untuk membuka jalur intravena: gunakan cairan NaCl 10,9 % atau Dextose In Saline.
2.    Mengurangi edema otak, yaitu:
-    Hiperventilasi, bertujuan untuk menurunkan PeOH darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh darah, selain itu juga dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis.
-    Cairan hiperosmoler digunakan cairan Monitol 15 % atau infuse untuk menarik air dari ruang intrase ke dalam ruang intravaskuler lalu dikeluarkan melalui Deuresis.
-    Kortikosteroid untuk menstabilkan darah otak.
-    Barbiturat untuk membius pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun.
3.    Obat-obatan Nootropik
-    Piritinol merupakan senyawa mirip perioksin (Vit-B6) mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi membran sel.
-    Piracetum merupakan senyawa mirip GABA – suatu neurotransmitter penting di otak.
-    Citicholine, merupakan koenzim pembentukan lecitin di otak untuk sintesis membra sel dan neurotransmitter di dalam otak.
-    Perawatan luka dan pencegahan dekubitus.
-    Antibiotika diberikan bila terdapat luka terbuka yang luas, trauma tembus kepala, fraktur tengkorak yang dapat menyebabkan liquarihoe.




BABII
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CIDERA KEPALA BERAT



A.    PENGKAJIAN
Pengkajian dilaksanakan di ………………
1.    BIODATA
a)    Identitas Penderita
Nama    :

TTL    :    -
Umur    :
Jenis Kelamin    :    Perempuan
Alamat    :    -
Agama    :    -
Suku    :    -
Pendidikan    :    -
Diagnosa    :    Cidera Kepala Berat (CKB)
b)    Identitas Penanggung Jawab
Nama    :    Tn. A
TTL    :    -
Umur    :    -
Jenis Kelamin    :    Laki-laki
Alamat    :    -
Agama    :    -
Suku    :    -
Pendidikan    :    -
Hubungan dengan Klien    :    Suami Klien

2.    RIWAYAT KESEHATAN
a)    Keluhan Utama
Pasien CKB mengeluh nyeri dibagian kepala
b)    Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dirawat selama tiga minggu dipoli penyakit dalam setelah menderita sakit kepala yang timbul akibat pasien terjatuh dengan kepala terbentur.
c)    Riwayat Kesehatan Dahulu :
Trauma saraf, hipertensi intracranial, hipoksia, hiperkapnea, hipotensi siskemik.
d)    Riwayat Kesehatan Keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit CKB
e)    Genogram









KETERANGAN :
    :    Laki-laki     :    Meninggal
    :    Perempuan        :    Hidup dalam satu rumah
    :    Menikah    :    Klien

3.    POLA FUNGSI KESEHATAN
a)    Pola Persepsi Terhadap Kesehatan
Pasien tidak menyadari bahwa nyeri kepalanya tersebut merupakan gejala penyakit yang bisa menjadi parah sehingga pasien tidak melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
b)    Pola Aktivitas Latihan
Aktivitas latihan selama sakit

AKTIVITAS    0    1    2    3    4      
Mandi                     P      
Berpakaian/berdandan                    P      
Eliminasi                    P      
Mobilisasi ditempat tidur                    P      
Pindah                    P      
Makan                     P   

KETERANGAN
0    =    Mandiri
1    =    Dengan menggunakan alat buntu
2    =    Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3    =    Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4    =    Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
Pasien dalam melakukan aktivitas dibantu oleh perawat/keluarga
c)    Pola Istirahat Tidur
Pada pasien CKB mengalami gangguan tidur akibat cemas, gelisah dan nyeri di kepalanya.
d)    Pola Nutrisi Metabolik
Pada pasien CKB terjadi gangguan metabolik yaitu nafsu makan klien berkurang karena tidak dapat menelan.
e)    Pola Eliminasi
BAB dan BAK klien tidak normal, dalam BAK dan BAB pasien dipasang kateter dan pispot untuk membantu klien melakukan pola deminasi. Inkotenesia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi.
f)    Pola Kognitif Perseptual
Hilangnya sebagian penglihatan, dan pendengaran, gangguan pengelapan, adanya vertigo, dan pasien merasakan nyeri berat, pasien mengalami kehilangan kesadaran.
g)    Pola Peran Hubungan
1.    Status perkawinan    :    Sudah menikah
2.    Pekerjaan    :    Pegawai Negri sipil
3.    Kualitas bekerja    :    Sebelum sakit klien bekerja disalah satu Kantor Pemerintahan Yogyakarta
4.    Sistem dukungan    :    Suami dan keluarga
h)    Pola Nilai Kepercayaan
Klien beragama Islam, sembahyang/ibadah dilakukan secara rutin
i)    Pola Konsep Diri
Harga diri    :    Terganggu karena tidak dapat melakukan aktivitas
Ideal diri    :    Terganggu
Identitas diri    :    Terganggu, karena merasa malu akibat penyakit yang dideritanya
Gambaran diri    :    Terganggu, karena tidak ada keyakinan bahwa dirinya akan sembuh
Peran diri    :    Terganggu, karena tidak dapat melakukan perannya dilingkungan masyarakat dan peran dalam keluarga.
j)    Pola Seksual Reproduksi
Pasien sudah tidak mengalami ovulasi karena telah berada pada masa menopouse
k)    Pola Koping
-    Masalah utama selama masuk RS yaitu kurangnya perawatan diri
-    Pasien kehilangan rasa percaya dirinya
-    Klien takut terhadap kekerasan
-    Pandangan terhadap masa depan klien mengalami pesimis untuk sembuh
4.    PEMERIKSAAN FISIK
a.    Tanda-Tanda Vital
Suhu    :    < 37° C
Nadi    :    < 60 x/menit
TD    :    Sistole < 105, diastole < 60
RR    :    < 16 x/menit
TB/BB    :    ideal/menurun
b.    Keadaan Umum
Keadaan umum tergantung berat ringannya penyakit yang dialami oleh pasien yaitu dari samnolen/kesadaran cenderung menurun kadang pasien mengalami koma.
c.    Pemeriksaan Head to Toe
1.    Kulit dan Rambut
·    Inspeksi
Warna kulit    :    Sawo matang, tidak ada lesi
Jumlah rambut    :    Tipis, rontok
Warna rambut    :    hitam
Kebersihan rambut    :    kurang bersih, ada ketombe
·    Palpasi
Suhu < 37° C
Warna kulit sawo matang, turgor kurang baik, kulit kering, tidak ada adema
2.    Kepala
·    Inspeksi
-    Bentuk simetris antara kanan dan kiri
-    Bentuk kepala lonjong
·    Palpasi
Ada nyeri tekan
3.    Mata
·    Inspeksi    :    Bentuk bola mata pasien bulat, kelopak mata cekung, konjungtiva pucat, lapang pandang pasien berkurang karena adanya gangguan penglihatan yaitu penglihatannya kabur, pupil mengalami perubahan
4.    Telinga
·    Inspeksi    :    Ukuran sedang, simetris antara kanan dan kiri, ada serumen
·    Palpasi    :    Tidak ada benjolan


5.    Hidung
·    Inspeksi    :    Simetris, hidung pasien kotor
·    Palpasi    :    Tidak ada benjolan
6.    Mulut
·    Inspeksi    :    Mukosa bibir pasien kering, gigi, gusi dan lidah pasien kotor karena kurang perawatan diri
7.    Leher
·    Inspeksi    :    Bentuk leher normal, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
·    Palpasi    :    Leher kasar, karena kurang perawatan
8.    Paru
·    Inspeksi    :    Pada waktu bernafas gerakan dada kanan dan kiri tidak sama saat dipegang
·    Palpasi    :    Gerakan dada terlihat tidak teratur saat inspirasi dan ekspirasi
·    Auskultasi    :    Saat di dengar dengan stetoskop nafas pasien terdengar tidak teratur, adanya bunyi ronohi
·    Perkusi    :    Saat diketuk terdengar bunyi sonor
9.    Abdomen
·    Inspeksi    :    Perut datar, simetris
·    Auskultasi    :    Adanya bising usus karena peristaltik tidak teratur    (5 – 35x/menit)
·    Palpasi    :    Tidak ada benjolan
·    Perkusi    :    Saat diketuk terdengar bunyi sonor
10.    Jantung
·    Inspeksi    :    Pasien terlihat sesak nafas
·    Palpasi     :    Denyut jantung tidak teratur
·    Auskultasi    :    Frekuensi denyut jantung
·    Perkusi    :    Denyut jantung sonor
11.    Anus dan Rectum
Hemoroid internal akibat system saraf terganggu

12.    Pemeriksaan Neurologi
-    Kesadaran pasien samnolen/cenderung  menurun
-    Gerakan pasien terbatas bahkan tidak dapat bergerak karena badrest total
-    Pola pemecahan masalah pasien mau mengikuti terapi yang dianjurkan dokter
5.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    CT-Scan (Computer Tomography Scan)
2.    Foto tengkorak cranium
3.    MRI (Magnetic Resonan Imaging)
4.    Laboratorium
Kimia darah : mengetahui ketidakseimbangan elektrolit
6.    OBAT-OBATAN YANG DIGUNAKAN
Obat-obatan Nootropik :
-    Piritinol
-    Piracetam
-    Citi Choline
-    Perawatan luka dan pencegahan dekubitus
-    Antibiotika
-    Antikonvulsan

B.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Data Fokus
Data objektif :
-    Klien merasa lemah
-    Klien merasa lelah
-    Klien tampak lesu
-    Klien tampak gelisah
-    Klien tampak bingung
-    Klien sering muntah
-    Klien mudah tersinggung
-    Klien mengalami kehilangan keseimbangan
-    Klien mengalami perubahan tekanan darah atau normal perubahan frekuensi jantung
-    Klien mengalami perubahan tingkah laku atau kepribadian
-    Klien mengalami gangguan fungsi usus/inkontenensia kandung kemih
-    Klien mengalami kehilangan kesadaran
-    Klien amnesia, vertigo, syncope, tinnitus
-    Klien mengalami perubahan penglihatan
-    Klien mengalami gangguan pengecapan
-    Klien mengalami sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda
-    Klien mengalami perubahan pola pernafasan, nafas bunyi ronchi
-    Klien mengalami trauma
-    Klien tampak ketakutan
-    Klien meringis kesakitan
-    Penglihatan klien tampak kabur
-    Klien terpasang infus
-    Klien tidak nafsu makan
-    Kulit klien kering
-    Klien tidak melakukan aktivitas sehari-hari
-    Mata klien tampak pucat
-    Klien sering terbangun karena nyeri dikepala
-    Penampilan klien tampak kumuh
-    Mulut klien bau
-    Gigi klien kotor
-    Klien mengalami keterbatasan ROM
-    Turgor kulit klien jelek
-    ND
-    Suhu
-    TD
-    RR
-    Mukosa tampak kering


BAB III
ANALISA DATA

ASUHAN KEPERAWATAN
Nama    :    Ny. D
Umur    :    51 tahun


NO    SYMPTOM    PROBLEM    ETIOLOGI      
1.    Do :
-    Klien meringis kesakitan
-    Klien tampak gelisah
-    Klien sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda    Nyeri akut    Agen cidera fisik      
2.    Do :
-    Klien sering terbangun
-    Klien tampak pucat, mata bengkak
-    3 kali atau lebih bangun di malam hari karena nyeri kepala    Gangguan pola tidur     Nyeri       
3.    Do :
-    Klien tampak lemah, lelah, lesu
-    Klien butuh bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
-    TD : sistole < 105, diastole < 60 mmHg
-    ND : < 60 x/menit    Intoleransi aktivitas    Immobilisasi       
4.    Do :
-    Klien mengalami keterbatasan ROM
-    Kulit klien tampak memerah pada bagian clavikula, siku, pantat dan tumit
-    Turgor kulit jelek
-    Kulit tampak kering    Resiko
Kerusakan integritas kulit    Bedrest       
5.    Do :
-    Klien mengalami keterbatasan ROM
-    Klien terpasang infuse pada lengan bagian kanan
-    Tidak ada koordinasi gerak    Kerusakan imobilitas fisik    Nyeri dan immobilisasi   
 
NO    SYMPTOM    PROBLEM    ETIOLOGI      
6.    Do :
-    Terdapat luka pada kepala
-    Kulit tampak tidak terawat    Resiko tinggi terhadap infeksi    Trauma (kecelakaan, kesengajaan)      
7.    Do :
-    Klien mual dan muntah
-    Klien tampak lemas
-    Klien tidak nafsu makan    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh    Tidak mampu dalam memasukkan dan mencerna makanan      
8.    Do :
-    Tidak ada respon motorik dan
-    Klien kehilangan kesadaran
-    Sianosis
-    Klien mengalami perubahan tingkat laku
-    Klien mengalami perubahan penglihatan dan gangguan pengecapan.    Perubahan perfusi jaringan cerebral    Penghentian darah oleh sel, odema cerebral      
9.    Do :
-    Penampilan klien tampak kumuh
-    Perineal tampak kotor dan bau
-    Rambut klien tampak kotor
-    Mulut klien bau
-    Gigi klien tampak kotor    Kurang perawatan diri    Kerusakan Neuro Muscular      
10.    Do :
-    Klien tampak lemas
-    Klien terpasang infuse
-    Turgor kulit klien jelek
-    ND : > 100 x/menit
-    TD : sstole <, diastole < mmHg
-    Suhu > 37° C
-    Mukosa tampak kering    Kekurangan volume cairan     Kehilangan volume cairan aktif   

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH
1.    Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik
2.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
3.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam mencerna, memasukkan dan mengabsorbsi makanan.
4.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akut
5.    Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penghentian darah oleh cerebral
6.    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan imobilisasi
7.    Intoleransi aktifitas berhubungan dengan imobilisasi
8.    Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
9.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma (kecelakaan)
10.    Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bed rest



























PERENCANAAN


NODX    TUJUAN    TINDAKAN    RASIONAL      
1.    Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama ….. x 24 jam diharapkan nyeri klien dapat teratasi/terkurang dengan KH :
-    Nyeri klien terkontrol
-    Wajah klien tidak meringis
-    Klien tidak gelisah    -    Kaji intensitas nyeri
-    Kaji pengalaman klien terhadap nyeri
-    Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
-    Kontrol faktor lingkungann yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
-    Ajarkan teknik relaksasi
-    Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
-    Cek riwayat alergi
-    Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik          
2.    Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama ….. x 24 jam diharapkan volume cairan klien dapat terpenuhi dengan KH.
-    Klien tidak lemas
-    ND : normal
-    Mukosa tidak kering
-    Turgor kulit baik    -    Kaji TTV
-    Monitor menekan makanan/cairan
-    Dorong masukan oral
-    Anjurkan untuk minum air banyak
-    Kolaborasi pemberian cairan/makanan
-    Monitor hasil laboratorium yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, HMT, Osmolalitas Urin)
-    Pertahankan catatan intake dan output yang akurat       




 
NODX    TUJUAN    TINDAKAN    RASIONAL      
3.    Setelah dilakukan tindak asuhan keperawatan selama ….. x 24 jam diharapkan nutrisi klien seimbang dengan KH :
-    Klien tidak lemah
-    Nafsu makan meningkat
-    Klien tidak mual dan muntah    -    Kaji adanya alergi makanan
-    Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan klien
-    Anjurkan klien untuk meningkatkan intake Fe, protein dan vit C
-    Kaji kemampuan klien
-    Monitor mual dan muntah
-    Kolaborasi pemberian obat antimual dan muntah
-    Monitor lingkungan selama makan
-    Berikan makanan kesukaan
-    Monitor adanya penurunan berat badan          
4.    Setelah dilakukan tindak asuhan keperawatan selama ….. x 24 jam diharapkan tidur klien tidak terganggu dengan KH :
-    Klien tidak pucat
-    Mata klien tidak bengkak
-    Klien tidak sering terbangun dimalam hari    -    Kaji tidur klien
-    Berikan kenyamanan pada klien (kebersihan tempat tidur)
-    Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
-    Catat banyaknya klien terbangun di malam hari
-    Berikan lingkungan yang nyaman dan kurangi kebisingan
-    Berikan minum hangat (susu) sebelum tidur jika perlu
-    Berikan musik klasik sebagai pengantar tidur       




 
NODX    TUJUAN    TINDAKAN    RASIONAL      
5.    Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama ….. x 24 jam diharapkan perfusi jaringan klien efektif dengan KH :
-    Tidak ada edema perifer
-    Pengin kapiler refill
-    Kekuatan fungsi otot
-    Nadi normal < 100 x/mnt
-    TD    -    Cek nadi perifer pada dorsaler pedis
-    Cek kapiler refill
-    Monitor status cairan, masukan dan keluaran yang sesuai
-    Monitor perdarahan
-    Monitor TTV tiap 4 jam
-    Monitor tingkat kesadaran
-    Monitor status pernafasan
-    Persiapan pemberian transfuse
-    Monitor status hidrasi          
6.    Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama ….. x 24 jam diharapkan kerusakan mobilitas fisik klien dapat teratasi dengan KH :
-    Klien dapat melakukan rentang gerak
-    Klien dapat melakukan ROM    -    Raji kemampuan klien klasifikasi melalui skala 0-4
-    Ubah posisi setiap 2 jam
-    Letakkan posisi telungkup satu kali/     2 kali sehari jika pasien dapat mentoleransi
-    Sokong ekitremitas dalam posisi  fungsional
-    Gunakan penyangga lengan ketika klien dalam posisi tegak
-    Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
-    Ajarkan rentang gerak          
7.    Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …… x 24 jam diharapkan intoleransi aktifitas klien teratasi dengan KH :
-    Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain
    -    Tentukan penyebab toleransi aktivitas
-    Jika memungkinkan tingkatkan aktifitas secara bertahap
-    Kolaborasi dengan diberikan terapi fisik untuk membantu peningkatan level aktifitas       
 
NODX    TUJUAN    TINDAKAN    RASIONAL      
        -    Monitor intake nutrisi
-    Ajarkan klien bagaimana menggunakan teknik mengontrol pernafasan ketika beraktifitas          
8.    Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama ….. x 24 jam diharapkan kurang perawatan diri klien dapat teratasi dengan KH :
-    Klien dapat melakukan perawatan diri dalam tingkat kemampuan    -    Kaji kemampuan klien
-    Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri
-    Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usahanya.
-    Bawa pasien ke kamar mandi secara teratur          
9.    Sesudah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …… x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi pada klien dengan KH :    -    Kaji luka klien
-    Berikan perawatan dengan sering membersihkan daerah luka
-    Kompres hangat daerah sekitar luka
-    Kolaborasi pemberian antiseptik           
10.    Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …… x 24 jam diharapkan tidak terjadi dekubitus pada klien dengan KH :
Klien mengidentifikasikan rasional untuk pencegahan dan pengobatan    -    Identifikasi perkembangan alkas dekubitur
-    Cuci area yang kemerahan dengan lembut menggunakan sabun
-    Masase dengan lembut kulit sehat di sekitar area kemerahan
-    Berikan dorongan latihan rentang gerak
-    Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin
-    Amati adanya aritema dan kepucatan lakukan palpasi
-    Tingkatkan masukan karbohidrat dan  protein       

PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa cidera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma tertutup maupun trauma tembus.
Cidera kepala dibagi menjadi 3 yaitu :
·    Cidera kepala ringan
·    Cidera kepala sedang
·    Cidera kepala berat
Dari pembahasan cidera kepala berat, perawat dapat mengambil diagnosis yaitu :
1.    Nyeri akut berhubungan dengan fisik
2.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
3.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu memasukkan, mencerna makanan
4.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akut
5.    Perubahan porfusi jaringan berhubungan dengan penghentian darah oleh cerebral
6.    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/imobilisasi
7.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilisasi
8.    Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuro muscular
9.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma
10.    Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bed rest

B.    SARAN
Seperti pepatah “Tak ada gading yang tak retak”. Dan kami menyadari, makalah ini cukup jauh dari sempurna. Maka kami sangat mengharap dan sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA


-    Arief, M, Suprohaitta, Wahyu, J.K, Wiewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Media Aesculapius FKUI : Jakarta.

-    Mc. Closkey, Joanne C. PHD, RN, FAAN, Bu Lechec Gloria, M, PhD, FAAN 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC INC : St. Louis

-    Cedera Kepala. www.medilinux.glogspot.com 2007

-    Saani, Syaiful. 2007. Cedera Kepala Pediatrik Berat Pertimbangan Khusus. www.medilinux.glogspot.com

-    Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MORBILI

SHOLIKHATUL WAFIYAH
04.08.2074
d/kp/vi


MORBILLI

A. PENGETIAN
Morbilli adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang di sebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala berupa eksartem akut, demam, radang, kataral selaput lendir, kemudian diikuti erupsi macula papula yang berwarna merah dan di akhiri dengan deskuamasi dari kulit. (Soedarto, 1990)
Morbilli adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang di tandai dengan 3 stadium, yaitu stadium inkubasi, stadium prodromal dan stadium erupsi. (Rampengan dan Laurent 1993)

B. ETIOLOGI
- Virus rubeola, mempunyai ukuran diameter 140 milimikron, virus ini tidak tahan panas (therma labil), usia aruhnya sekitar 2 jam pada suhu 37 C dan menjadi tidak aktif pada PH di bawah 4,5.

C. TANDA DAN GEJALA
- Paras badan yang lebih tinggi
- Terdapat bintik koplik pada mukosa mulut
- Batuk

D. PATOFISIOLOGI
Terpapar melewati udara (virus rubeola)

Virus melewati masa inkubasi sekitar 11 hari

Demam, malaise, myalgia dan sakit kepala

Keluhan pada masa akut timbul konfobia
Rasa panas dalam mata dan mata akan tampak merah

Radang kataral saluran pernafasan gejala batuk, bersin

1-4 ini petekie pada platum dan faring atau adanya bintik konplik pada mukosa

campak

E. KOMPLIKASI
1. Pneumoni
Merupakan penyebab kematian utama dari morbilli. Hal ini dapat terjadi oleh karena perluasan infeksi virus disertai dengan infeksi sekunder.
2. Gastroenteritis
3. Esefalitis
Merupakan komplikasi yang berat dan sering menyebabkan kematian, biasanya timbul pada hari ke 2-6 setelah timbul rash.
4. Otitis media
5. Mastoiditis
6. Gangguan gizi
Terjadi sebagai akibat intake yang kurang.

F. PENATALAKSANAAN
- Anti biotik diberikan bila ternyata terdapat infeksi sekunder
- Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan kepada penderita morbili yang mengalami ensefalitis
- Memperbaiki keadaan umum
- Antipiretika bila suhu tinggi
- Sedativum
- Obat batuk
- Morbili dapat di cegah dengan pemberian imunisasi

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal / sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil curah jantung tetap meningkat)
Denyut perier kuat, cepat (perifer hiperdinamik), lemah / lembut / mudah hilang, takikardia elestrem (syok)
Suara jantung disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi miokara, efek dari asidosis / ketidakseimbangan elektrolit. Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilasa, pucat. Lembab, burik).
3. Eliminasi
Gejala : Diare
4. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual / muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan / massa otot (malnutrisi)
Penurunan haluaran, kosentrasi urine, perkembangan ke arah oliguria, anuria.
5. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pusing, pingsan
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium / koma.
6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Kejang abdomen, lokalisasi rasa sakit / ketidaknyamanan urtikaria / pruritus umum.
7. Pernafasan
Gejala : Takipnea dengan penurunan ke dalam pernafasan, penggunaan kortikosteroid.
Inveksi baru, penyakit viral.
Tanda : Suhu umumnya meningkat (37,950C atau lebih) tetapi mungkin normal pada lansia atau mengganggu pasien : kadang subnormal di bawah (36,630C).
Menggigil.

DAFTAR PUSTAKA


1. Doengoes Marilyn, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, Jakarta, EGC.
2. Linda Juall Carpenito, (1995), Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta : EGC.
3. Rampengan, T. H dan Laurentz, i.r (1993), Penyakit infeksi tropik pada anak, Jakarta : EGC.
4. Dr. Soedarto , (1990), Penyakit-penyakit infeksi di Indonesia, Penerbit Widya Medika Jakarta.




















PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tgl. Pengkajian = 01-02-2006 Jam = 15.00 Oleh = Aisah
I. IDENTITAS
A. PASIEN
Nama : Nn. L
Tempat / tgl lahir (umur) : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Gambiran, Yogyakarta
Status perkawinan : Belum kawin
Pendidikan : Lulus SLTA
Pekerjaan : -
Suku bangsa : Indonesia
Tanggal masuk RS : 01-02-2006
Ruang : F
Diagnosa Medis : Morbilli

B. KELUARGA / PENANGGUNG JAWAB
Nama : Bp. S
Hubungan : Orang tua
Alamat : Gambiran, Yogyakarta

II. RIWAYAT KESEHATAN
A. KESEHATAN PASIEN
8. Keluhan Utama
Pasien mengeluh mual, muntah, nyeri pada uluhati, badannya terasa dingin, timbul bentol-bentol merah, gatal diseluruh tubuh.
9. Alasan masuk RS
Untuk mendapatkan perawatan secara invasive tentang penyakitnya, karena pasien mengeluh mual, muntah, nyeri uluhati, badannya terasa dingin, timbul bentol-bentol gatal di seluruh tubuh.
10. Riwayat penyakit sekarang
Sekitar kurang lebih 1 minggu yang lalu pasien mengeluh perutnya mual, tidak nafsu makan, badannya panas dalam tapi kadang menggigil yang sangat. Selain itu terdapat bentolan-bentolan merah pada seluruh permukaan kulit dan gatal. Akhirnya pada tanggal 01-02-2006 pasien tidak tahan dan dibawa ke IGD RS BETHESDA, di diagnosa kena “MORBILLI”. Mendapatkan infuse KAEN 3B dan obat-obatan :
- Vomidex 1 amp
- Nantin 1 amp
- Kalmetason 1 ec
- Sistenol 3x1
- Imbost 3x1
- Nizen 1x1
Di kirim ke ruang F dengan keadaan sakit sedang, KU : CM. Dan opname pada kamar 11.
4. Riwayat penyakit lalu
• Penyakit yang pernah dialami = Typoid
• Alergi = Udara dingin (badan memerah)

B. KESEHATAN KELUARGA
Di dalam keluarga tidak ada riwayat penyakit keturunan.

III. POLA KESEHATAN PASIEN
1. ASPEK FISIK-BIOLOGIS
a. POLA NUTRISI
• Sebelum sakit
Frekuensi : 3 x sehari
Jenis makanan : Nasi, sayur lodeh, sayur asem, sayur gori kadang oseng-oseng buncis, kacang. Lauk yang pasti setiap hari ada persediaan tahu, tempe, telor kadang 1 minggu 2 x makan ayam, 2 x ikan laut.
Kebiasaan makan : di rumah
Banyaknya minum :  8 gelas/hari (gelas beling biasa = 1.600 cc)
jenis minuman : Air putih, sering mengkonsumsi minuman es.
• Selama sakit
Frekuensi : 3 x sehari
Jenis makanan : Bubur biasa, tahu, sayur sup, ayam
Porsi makan yang dihabiskan : ¼ porsi yang disediakan
Banyak minum/hari :  3 gelas (900 cc) gelas takaran RS
jenis minuman : Air putih, the manis
keluhan : mual, muntah

b. POLA ELIMINASI
• Sebelum sakit
o Buang air besar
Frekuensi : 2 x sehari
Waktu : Pagi, sore
Warna : Kuning
Konsistensi : Lembek
Tidak memakai obat pencahar
o Buang air kecil
Frekuensi :  4 x sehari 800 cc
Warna : Kuning khas urine
Bau : Khas urine (amonia)
Tidak ada keluhan
• Selama sakit
o Buang air besar
Frekuensi : 1 x sehari
Waktu : Pagi
warna : Coklat
Konsistensi : Lembek cair
Tidak ada keluhan
o Buang air kecil
Frekuensi :  6 x sehari 900 cc
Warna : Kuning pekat
Bau : Khas urine

c. POLA AKTIVITAS ISTIRAHAT-TIDUR
• Sebelum sakit
o Keadaan aktiitas sehari-hari
- Kebiasaan olah raga : tidak pernah
- Kemampuan untuk beraktivitas sehari-hari : mandi, makan, BAK/BAB, memakai baju, turun naik tempat tidur, mobilisasi umum dapat di lakukan sendiri.
o Kebutuhan tidur
- Jumlah jam tidur dalam sehari
 Tidur siang :  2 jam
 Tidur malam :  8 jam
- Keluhan dalam tidur tidak ada
o Kebutuhan istirahat
- Klien istirahat pada waktu luang
• Selama sakit
o Keadaan aktivitas sehari-hari
- Kemampuan untuk aktivitas mandi, makan, BAB/BAK, memakai baju, turun naik tempat tidur dilakukan dengan bantuan perawat/keluarga.
o Kebutuhan tidur
- Jumlah jam tidur dalam sehari
 Tidur siang :  1 jam
 Tidur malam :  8 jam
- Keluhan dalam tidur biasanya ada, saat pasien mengalami demam yang tinggi
o Kebutuhan istirahat
- Pasien mengungkapkan jenuh dan bosan dalam tiduran terus.

d. POLA KEBERSIHAN DIRI
• Kebersihan kulit
- Klien mandi 2 x sehari menggunakan sabun mandi
- Terjadi perubahan pada kulit klien, hampir seluruh badan klien terdapat bentolan-bentolan merah
• Kebersihan rambut
- Klien mencuci rambut 1 x seminggu menggunakan shampo
- Rambut klien berminyak dan lepek
• Kebersihan telinga
- Telinga tidak keluar cairan
• Kebersihan mata
- Mata klien berwarna merah, gatal, dan biasanya mengeluarkan air
- Mata klien tidak ada kotoran
• Kebersihan mulut
- Klien selalu menggosok gigi saat mandi
• Kebersihan kuku
- Klien memotong kuku 1 minggu selalu
- Kuku agak panjang dan kotor


e. POLA REPRODUKSI-SEKSUAL
Tidak terkaji pasien menolak, apalagi status klien belum nikah.
f. POLA PERSEPSI SENSORI
- Alat bantu yang digunakan : -
- Gangguan pada penglihatan : Mata biasanya pedih buat melihat
- Gangguan pada pendengaran : -
- Persepsi diri :
 Hal yang dipikirkan saat ini adalah ingin cepat sembuh dan pulang.
 Harapan setelah menjalani perawatan adalah sembuh dan dapat beraktivitas seperti biasanya.

1. ASPEK MENTAL-INTELEKTUAL
a. PSIKOLOGI
 Emosional : pasien tenang tidak gelisah
 Komunikasi :
- Cara bicara pasien jelas
- Pasien mampu mengekspresikan pendapat
- Pasien menggunakan bahasa jawa dan kadang-kadang bahasa Indonesia.
 Pertahanan koping :
- Pengambilan keputusan dibantu oleh orangtuanya
- Hal yang dulakukan bila mempunyai masalah adalah tidur

b. INTELEKTUAL
Pengetahuan tentang penyakit di deritanya, pasien paham dan mengerti dari dokter dan perawat.

c. SOSIAL
Pembuatan keputusan dalam keluarga adalah orangtua, secara musyawarah dengan anggota keluarga yang ada di rumah.
d. SPIRITUAL
Kegiatan agama aktif dilakukan.

IV. PEMERIKSAAN FISIK
• Tanda vital
- Suhu : 384 0C
- Nadi : 92 x/menit
- Respirasi : 23 x/menit
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
• Tingkat Kesadaran : Composmentis
• Keadaan umum : Pasien sakit sedang, infuse KAEN 3B terpasang pada tangan sebelah kanan.

a. KEPALA
- Bentuk lonjong
- Rambut berminyak dan lepek
• Mata
- Reflek terhadap cahaya baik
- Ada kemerahan pada matanya
• Telinga
- Bentuk simetris
- Tidak keluar secret dari kedua telinga
- Fungsi pendengaran baik
- Tidak menggunakan alat Bantu dengar
• Hidung
- Sekret hidung tidak ada
- Nyeri sinus, polip tidak ada
- Fungsi pembauan baik
• Mulut dan tenggorokan
- Kemampuan bicara jelas, tidak ada gangguan menelan

• Leher
- Tidak ada pembesaran tonsil
- Tidak ada pembesaran vena jugularis

b. DADA
• Inspeksi
- Dada simetris
- Jeis pernafasan vesikuler
• Palpasi
- Dada simetris pada saat bernafas
- Rasa sakit tidak ada
- Nyeri tekan tidak ada
- Tidak ada massa
• Perkusi
- Bunyi dullness pada daerah jantung
- Batas-batas jantung
 Kanan : linea sternalis kanan ics 2
 kiri : Mid klavikula kiri ics 5
• Auskultasi
- Terdapat suara vesikuler pada semua lapang paru
- Tidak terdapat suara tambahan pada pernafasan

c. PAYUDARA
Tidak ada pembesaran payudara

d. PUNGGUNG
Tidak ada kelainan bentuk punggung




e. ABDOMEN
• Inspeksi
- abdomen simetris
- umbilikus terdapat di tengah dan tidak ada kotoran
• Auskultasi
- Bunyi bising usus 18 x/menit
• Perkusi
- Sonor di seluruh lapang abdomen
• Palpasi
- Terdapat nyeri pada ulu hati

f. GENETALIA
Tidak terkaji, karena pasien menolak

g. EKSTREMITAS
• ATAS
- Anggota gerak atas lengkap (jari tangan 10)
- Lengan tangan sebelah kanan terpasang infuse KAEN 3B
- Kekuatan otot tangan 5
• BAWAH
- Anggota gerak bawah lengkap
- Kekuatan otot kaki 5









V. DIAGNOSTIK TEST
• LABORATORIUM
Hasil Satuan Nilai normal
Hitung jenis
Segmen
Eritrosit
MCV
MCH
Gol. darah
Kimia
SGOT (AST)
SGPT (ALT) :
82,1
5,32
85,00
28,60
A
:
79,0
78,4
H %
H juta/mmk
L FL
L pg


H U/I
H U/I
47,0 - 80,0
4,10 – 5,30
92,00 – 121,00
31,00 – 37,00


0,0 – 37,0
0,0 – 41,0

VI. PROGRAM PENGOBATAN
• Per oral
- Sistenol 3x1
- Imbosi 3x1
- Rizen 1x1
- Isoprenosin 3x1
- Cefadroxil 500 mg 2x1
- Paracetamol 3x1
- Benadryl exp 3x1
• Injeksi
- Vomidex 1 amp
- Rantin 1 amp
- Kalmektason





ANALISA DATA
NO. DATA MASALAH PENYEBAB
1.





2.










3. DS : Pasien mengatakan
badannya demam
DO :
- Suhu lebih 384 0C
- Kulit kemerahan
- Menggigil
DS :
- Pasien mengatakan perutnya nyeri pada daerah ulu hati
- Mual dan muntah
- Tidak nafsu makan
DO :
- Porsi yang dihabiskan ¼ dari hidangan
- Setiapmakan pingin muntah
DS : Pasien mengatakan
badannya lemah dan
lemes bila
beraktivitas
DO : ADL dibantu
perawat dan
keluarga Hipertermi






Risti Nutrisi









Intoleransi Aktivitas Penyakit infeksi






Anoreksia









Kelemahan Fisik





DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Hipertermi b/d penyakit infeksi ditandai dengan :
DS : Pasien mengatakan badannya demam
DO :
- Suhu lebih 384 0C
- Kulit kemerahan
- Menggigil
2. Risti Nutrisi b/d Anoreksia ditandai dengan :
DS :
- Pasien mengatakan perutnya nyeri pada daerah ulu hati
- Mual dan muntah
- Tidak nafsu makan
DO :
- Porsi yang dihabiskan ¼ dari hidangan
- Setiap makan pingin muntah
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik ditandai dengan :
DS : Pasien mengatakan badannya lemah dan lemas bila beraktivitas
DO : ADL dibantu perawat dan keluarga













Nama pasien : Nn. L
Ruang : F
Diagnosa medis : Morbilli
NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
1.















2.














3. Tgl. 01-02-2006 Jam : 15.00
Hipertermi b/d penyakit infeksi ditandai dengan :
DS : Pasien mengatakan badannya demam
DO :
- Suhu lebih 384 0C
- Kulit kemerahan
- Menggigil







Tgl.01-02-2006 Jam 15.00
Risti nutrisi b/d anoreksia ditandai dengan :
DS :
- Pasien mengatakan perutnya nyeri pada daerah ulu hati
- Mual dan muntah
- Tidak nafsu makan
DO :
- Porsi yang dihabiskan ¼ dari hidangan
- Setiap makan pingin muntah

Tgl.01-02-2006 Jam.15.00
Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik ditandai dengan :
DS : pasien mengatakan badannya lemah dan lemas bila beraktivitas
DO : ADL dibantu perawat dan keluarga


Tgl. 01-02-2006 Jam : 15.15
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam suhu klien dalam batas normal dengan kriteria :
- Suhu tubuh 36,50C-370C
- Tidak ada hiperventilasi kulit kemerahan
- Pusing, demam berkurang atau hilang
- Nadi : 60-100 x/menit

Tgl.01-02-2006 Jam 15.20
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan BB klien normal dengan criteria :
- Tidak mual dan muntah
- Nafsu makan meningkat
- Turgor elastis



Tgl.01-02-2006 Jam 15.10
Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan pasien :
- Berpartisipasi dalam tindakan yang diinginkan
- Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur Tgl.01-02-2006 Jam 16.00
1. Pantau suhu pasien (derajat dan pola) : perhatikan menggigil/dieiforesis
2. Pantau suhu lingkungan, batasi tambahan linen tempat tidur sesuai indikasi
3. Berikan kompres mandi hangat hindari penggunaan alcohol
4. Kolaborasi :
- Berikan anti piretik


Tgl.01-02-2006 Jam 15.30
1. Kaji abdomen dengan sering untuk kembali ke bunyi yang lembut, penampilan bising usus normal.
2. Jelaskan alasan tipe diet
3. Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori
4. Kolaborasi : Pertahankan status puasa bila di indikasikan

Tgl.01-02-2006 jam 15.20
1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas
2. Instruksikan pasien tentang teknik menghemat energi
3. beri dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap.



Tgl.01-02-2006 Jam:16.15
1. Suhu 38,90-41,10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Menggigil sering mendahului puncak suhu
2. Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
3. dapat mengurangi demam. Alkohol mungkin menyebabkan kedinginan/peningkatan suhu secara actual.
4. Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

Tgl.01-02-2006 Jam 15.40
1. Menunjukkan kembalinya fungsi usus ke normal dan kemampuan untuk memulai masukan peroral.
2. Diet yang tepat penting untuk kesembuhan.
3. Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/definisi
4. Pada umumnya pengistirahatkan diperlukan untuk menurunkan kebutuhan pada hati dan produksi ammonia.



Tgl.01-02-2006 Jam 15.30
1. Mengkaji/membantu dalam respon fisiologi terhadap stress aktivitas.
2. Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi juga membantu keseimbangan.
3. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan jantung bekerja.


EVALUASI

Nama pasien : Nn.L
Ruang : F
Diagnosa medis : Morbilli
DX. TGL/JAM CATATAN PERKEMBANGAN TT
I.








II.









III.





I.






















II.























III.




















I.













II.

























III. 01-02-2006

14.50
15.20
16.00
18.00
20.50


01-02-2006
15.45
15.55


16.10

20.55


01-02-2006
14.10
18.00
21.00


02-02-2006








07.10

09.00

10.00
10.30

19.50






02-02-2006








08.00
08.15

08.30


08.10
13.55







02-02-2006






07.10
07.30
07.40
11.00




14.00





03-02-2006







07.10


09.30
13.50

03-02-2006














08.00
08.15
08.30


13.55





03-02-2006






07.30

14.00 I : Mengobservasi KU pasien
KU : sedang, CM
1. Memberikan selimut kepada pasien
2. Mengukur suhu : 384 0C
3. Memberikan obat paracetamol
4. Memberikan kompres dingin
E :
Pasien mengatakan badannya msih lemah dan demam.
I :
1. Menyajikan makan sore
2. Menganjurkan pada pasien untuk menghela nafas panjang apabila terasa mual dan muntah
3. Memberikan obat anti mual dan muntah
E :
Pasien mengatakan perutnya masih terasa mual
I :
1. Memandikan pasien di tempat tidur
2. Membantu klien BAB
E :
Pasien mengatakan badannya masih lemas dan tidak bertenaga.
S : Pasien mengatakan badannya
terasa meriang
O :
- Suhu 390C
- Badannya panas
- Kulitnya kemerahan
A : Masalah hipertermi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I :
1. Mengobservasi KU pasien, KU lemah
2. Memasang infus di tangan kiri (infus KAEN 3B)
3. Memberikan obat paracetamol
4. Memberikan selimut hangat
E :
S : Pasien mengatakan badannya
masih lumayan meriang
O : Suhu 380C
Badannya hangat
Kulitnya masih kemerahan
A : Masalah hipertermi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
S : Pasien mengatakan perasaannya
kalau makan terlalu banyak
perutnya masih mual
O : Makan yang dihabiskan 1/5 porsi
A : Masalah gangguan nutrisi belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi

I :
1. Menyajikan makan pagi
2. Mengobservasi porsi yang dihabiskan pasien
3. Mengkaji perutnya masih mual dan pingin muntah tidak setelah makan
4. Memberikan obat anti mual
E :
S : Pasien mengatakan mualnya
sedikit berkurang dan tidak muntah
O : Pasien sudah mulai ngemil
makanan sendiri
A : Masalah gangguan nutrisi mulai
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
S : Pasien mengatakan badannya
sudah lumayan bertenaga
O : Mulai duduk semifowler
A : Masalah intoleran aktivitas mulai
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I :
1. Memandikan klien di tempat tidur
2. Melepas infus
3. Mengganti alat tenun
4. Membantu klien BAK di tempat tidur
E :


S : Pasien mengatakan badannya
mulai segeran
O : Klien mulai belajar duduk sendiri
A : Masalah intoleran aktivitas mulai
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
S : Pasien mengatakan badannya
sudah tidak terasa demam lagi
O : Suhu 370C
Badannya tidak hangat
Kulitnya mulai hilang
kemerahannya
A : Masalah hipotermi mulai teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I :
1. Mengobservasi KU pasien
Pasien lebih segar
2. Memberikan obat pagi
E :

S : pasiem mengatakan badannya
sudah segeran
O : Suhu 368C
Badannya tidak panas lagi
A : Masalah gangguan nutrisi mulai
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
S : Pasien mengatakan makannya
mulai berselera
O : Makan yang dihabiskan hampir 1
porsi semua
A : Masalah gangguan mutrisi mulai
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I :
1. Menyajikan makan pagi
2. Mengobservasi porsi makan yang dihabiskan
3. Mengkaji mual dan muntahnya
E :
S : Pasien mengatakan perutnya tidak
mual lagi
O : Selera makan mulai mambaik
A : Masalah gangguan nutrisi mulai
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
S : Pasien mengatakan mulai
beraktivitas sendiri
O : Aktivitas mulai dilakukan sendiri
A : masalah intoleran aktivitas mulai
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I :
1. Memasang linen/alat tenun
E :
S : Pasien mengatakan sudah mampu
beraktivitas sendiri
O : Aktivitas dilakukan sendiri
A : Masalah intoleran aktivitas teratasi
P : Intervensi dihentikan
 
Nama : Putu Devi Kharismasari
NIM   : 04.08.2065
Kelas  : D/KP/VI

Asuhan Keperawatan Pada Penderita PPOK

   
1. Definisi PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan
aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya.Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK, bahasa Inggris: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) adalah penyakit paru kronik. PPOK ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik.

2. Etiologi
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya PPOK adalah :
1.      Kebiasaan merokok
2.      Polusi udara
3.      Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja
4.      Riwayat infeksi saluran nafas
5.      Bersifat genetic yaitu defisiensi α-1 antitripsin

3. Patofisiologi
            Pada bronchitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiametre kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet.  Saluran nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus. Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabbkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.


4.  Gambaran Klinis
Keluhan utama biasanya dimulai dengan batuk dan produksi sputum, bertahan atau kumat kembali setelah jangka waktu tertentu. Kemudian akan terjadi dispnoe saat beraktivitas yang dapat progresif. Pada pemeriksaan fisik mungkin terdapat krepitasi atau ronki pada paru. Tes fungsi paru menunjukkan pengurangan nilai FEV1 dan rasio FEV1/FVC yang tidak reversibel dengan bronkodilator. Pemeriksaan rontgen paru biasanya normal dan dapat menunjukkan perubahan emfisematous, yaitu diafragma rata dan tertekan serta area radiolusen termasuk bula atau bleb.
Dalam menilai gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan,
b. Perkembangan gejala bersifat progresif lambat
c. Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (didalam ruangan,luar ruangan dan tempat kerja)
d. Sesak pada saat melakukan aktivitas
e. Hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali normal).

5. Menifestasi Klinis
1. Batuk Kronis
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas.

Komplikasi
Infeksi yang berulang,pneumotoraks spontan,eritrositosis karena keadaan hipoksia kronik,gagal nafas, dan kur pulmonal.

6. Gejala PPOK
  • Batuk Perokok, keluhan terutama pada saat bangun tidur yang merupakan gejala bronkitis kronis.
  • Batuk berlendir yang kronis paling sedikit selama 3 bulan untuk bisa dikatakan bronkitis kronis.
  • Napas terengah-engah, kesulitan bernapas dan napas berbunyi disertai dengan sesak napas.
  • Jika keadaan semakin parah penderita akan mengeluh lemah badan, seolah-olah seperti tidak bertenaga.
7.      Diagnosis dan Klasifikasi (Derajat) PPOK
1.      Diagnosis
Dalam mendiagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (foto toraks, spirometri dan lain-lain). Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat (PPOK ringan, sedang dan berat)
Diagnosis PPOK Klinis ditegakkan apabila:
1. Anamnesis:
 Ada faktor risiko :
- Usia (pertengahan)
- Riwayat pajanan
§ Asap rokok
§ Polusi udara
§ Polusi tempat kerja
2. Pemeriksaan fisik:
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
a. Inspeksi
- Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
- Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup)
- Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
- Pelebaran sela iga
b. Perkusi
- Hipersonor
c. Auskultasi
- Fremitus melemah,
- Suara nafas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
- Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
- Ronki


3. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain : Radiologi (foto toraks),Spirometri,Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik),Analisa gas darah,Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi)
Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.
Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupa kelainan :
- Paru hiperinflasi atau hiperlusen
- Diafragma mendatar
- Corakan bronkovaskuler meningkat
- Bulla
- Jantung pendulum

Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua.

Catatan: Untuk penegakkan diagnosis PPOK perlu disingkirkan kemungkinan adanya asma bronkial, gagal jantung kongestif, TB Paru dan sindrome obstruktif pasca TB Paru. Penegakkan diagnosis PPOK secara klinis dilaksanakan di puskesmas atau rumah sakit tanpa fasilitas spirometri. Sedangkan penegakan diagnosis dan penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) / Gold tahun 2005, dilaksanakan di rumah sakit / fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki spirometri.
2. Penentuan Klasifikasi (derajat) PPOK
Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) / Gold tahun 2005 sebagai berikut :
1. PPOK Ringan
Gejala klinis:
- Dengan atau tanpa batuk
- Dengan atau tanpa produksi sputum.
- Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri:
- VEP1 • 80% prediksi (normal spirometri) atau
- VEP1 / KVP < 70%
2. PPOK Sedang
Gejala klinis:
- Dengan atau tanpa batuk
- Dengan atau tanpa produksi sputum.
- Sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70% atau
- 50% < VEP1 < 80% prediksi.
3. PPOK Berat
Gejala klinis:
- Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.
- Eksaserbasi lebih sering terjadi
- Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70%,
- VEP1 < 30% prediksi atau
- VEP1 > 30% dengan gagal napas kronik
Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa
gas darah, dengan kriteria:
- Hipoksemia dengan normokapnia atau
- Hipoksemia dengan hiperkapnia
a.      Penatalaksanaan
-          Pencegahan : mencegah kebiasaan merokok,infeksi, dan polusi udara.
-          Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akt biasanya disertai infeksi.
·         Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25-0,5 gr/ hr atau eritromisin 4 x 0,5 gr/hr.
·         Augmentin(amoksisilin dan asam, klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah h. influenza dan B. catarhalis yang memproduksi β-laktamase.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
d. bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya, golongan andrenergik β dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5mg dan atau ipratropium bromide 250 μg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.
-          Terapi jangka panjang dilakukan dengan:
                             i.         Antibiotic untuk kemoterapi preventive jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25-0,5 g/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut
                           ii.         Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan objektif dari fungsi faal paru
                         iii.         Fisioterapi
                         iv.         Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
                           v.         Mukolitik dan ekspektoran
                         vi.         Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal  napas tipe 2 dengan PaO2 <7,3 kPa (55mmHg)
                       vii.         Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah:
·      Fisioterapi
·      Rehabilitasi psikis
·      Rehabilitasi pekerjaan






LAPORAN KASUS (asuhan KEPERAWATAN)

Nama Mahasiswa : Putu Devi Kharismasari
N I M                    : 04.08.2065
Ruang                    : Angsa RSU Daerah Wangaya,Denpasar-Bali.
Pengkajian diambil tanggal: 20 Maret 2011. Jam 08.00 Wita

1.         IDENTITAS PASIEN

Nama                              : Tn AM
No.Regester                   : 10081519
Umur                              : 56 Tahun.
Jenis Kelamin                 : Laki-laki.
Suku/Bangsa                  : Jawa/Indonesia
Agama                            : Islam
Status Marietal               : Kawin
Pekerjaan                        : PNS
Pendidikan                     : SLTA
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Alamat                           : Jl. A.Yani no.18A,Denpasar
Tanggal MRS                 : 15 Maret 2011                                Jam: 14.00 Wita.
Cara Masuk                    : Lewat IRD RSUD Wangaya,Denpasar-Bali
Diagnosa Medis             : PPOK
Alasan Dirawat              : Mendapatkan pertolongan pemberian Oksigen
Keluhan Utama              : Sesak nafas.

2.         RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)
1)        Riwayat Penyakit Dahulu
Sesak nafas kumat-kumatan sejak 5 tahun yang lalu. Klien pernah MRS dengan penyakit yang sama selama 8 kali. Mempunyai riwayat Asthma Bronkiale sejak kecil. Klien merokok selama 30 tahun sebanyak 2 pak/hari.

2)        Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas kumat-kumatan sejak 5 tahun yang lalu, 5 hari ini sesak bertambah berat, sudah minum obat + aerosol tetapi tetap sesak. Sesak nafas pada waktu berbaring, duduk, berdiri maupun berjalan. Sebelumnya batuk berdahak (+), warna putihkekuningan

3)        Riwayat Kesehatan Keluarga
Orang tua dan anak dari klien ada juga yang menderita penyakit seperti yang diderita klien saat ini.

4)        Keadaan Kesehatan Lingkungan
Klien mengatakan bahwa Lingkungan rumah tempat tinggal cukup bersih.

5)        Riwayat Kesehatan Lainnya
Alat bantu yang dipakai : Tidak Menggunakan Alat Bantu



3.         OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1)        Keadaan Umum : baik

2)        Tanda-tanda vital
Suhu                      : 36,8 0C
Nadi                      : 100 X/menit. Kuat dan teratur
Tekanan darah       : 100/60 mmHg.
Respirasi                : 32 x/menit

3)        Body Systems
(1)      Pernafasan (B 1 : Breathing)
Pernafasan melalui hidung. Frekuensi 32 x/menit. Nafas pendek, khususnya pada saat kerja, cuaca atau episode serangan asthma, rasa dada tertekan/ketidakmampuan untuk bernafas. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama 3 bulan berturut-turut selama 3 tahun sedikitnya 2 tahun. Sputum putihkekuningan dengan jumlah banyak. Pengguanaan otot bantu pernafasan, Dada barell chest, gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas, Ronki, wheezing, redup. Perkusi hypersonor pada area paru. Sianosis bibir dan dasar kuku, jari tabuh.
Hasil foto Thorax PA tanggal 15 Maret 2011:
Cor               : bentuk Tear Drops
Pulmo           : Tampak bronchopulmonary Pattern sedikit meningkat hiperacrated kedua paru.
Kedua sinus Phrenicocostalis tumpul (tampak tenting pada kedua hemidiafragma).
Tampak perselubungan homogen pada hemithorax kanan bawah lateral.
Tampak callus formation pada costa 5, 6, 7, dan 8 kanan belakang.
Kesimpulan  : Emphysematous Lung, Efusi Pleura bilateral yang telah mengalami organisasi bekas fraktur Costa 5, 6, 7, dan 8 kanan belakang.

(2)      Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Nadi 100 X/menit kuat dan teratur, tekanan darah 100/60 mmHg, Suhu 36,8 0C, Pembengkakan pada ekstremitas bawah. Distensi vena leher, sianosis perifer.
Hasil EKG tanggal 17 Maret 2011
Sinus takikardi disertai PAC dan PVC oleh karena pemberian Aminophyllin (Efek Aritmogenik).

(3)      Persyarafan (B 3 : Brain)
Tingkat kesadaran (GCS) : Membuka mata : Spontan (4)
  Verbal               : Orientasi baik (5)
  Motorik             : Menurut perintah (6)
Compos Mentis : Pasien sadar baik.
Persepsi Sensori       : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Pendengaran                        : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Penciuman                : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Pengecapan              : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Penglihatan              : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Perabaan                   : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.


(4)      Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine kuning muda.

(5)      Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Mulut dan tenggorokan normal, Abdomen normal, Peristaltik normal, tidak kembung, tidak terdapat obstipasi maupun diare, Rectum normal, klien buang air besar 1 X/hari.

(6)      Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Kemampuan pergerakan sendi : bebas/terbatas
Parese ada/tidak, Paralise ada/tidak, Hemiparese ada/tidak,
Ekstrimitas                           : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Atas                             : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Bawah                         : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Tulang Belakang                  : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Warna kulit                          : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Akral                                    : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Turgor                                  : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus.

(7)      Sistem Endokrin
Terapi hormone : (-)
Karakteristik sex sekunder   : Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik:  Tidak ada kelainan/ Dalam batas normal.
Postural hipotensi : (-).

Pola aktivitas sehari-hari
(1)      Pola Persepsi Dan Tata Laksana Hidup Sehatan
Pada klien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak Penyakit Paru Obstruktif Kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.

(2)      Pola Nutrisi dan Metabolisme
Akibat mual/muntah, nafsu makan menurun, ketidakmampuan makan karena distress pernafasan maka berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
TB = 162 cm. BB = 33 kg. ® BB Edial = (162 – 100) – 10% = 56 kg.

(3)      Pola Eliminasi
Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine kuning muda.
Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan. Klien buang air besar 1 X/hari.


(4)      Pola tidur dan Istirahat
Perlu tidur dalam posisi duduk cukup tingi. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda : gelisah, insomnia.
(5)      Pola Aktivitas dan latihan
Keletihan, kelelahan, malaise. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas. Kelelahan, kelemahan umum/kehilangan masa otot.

(6)      Pola Hubungan dan Peran
Hubungan ketergantungan, kurang sisitem pendukung.
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan antar keluarga.

(7)      Pola Sensori dan Kognitif
Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik, klien tidak mengalami disorientasi.

(8)      Pola Persepsi Dan Konsep Diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem). Klien mengalami cemas karena Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, pemeriksaan diagnostik dan tujuan tindakan yang diprogramkan.

(9)      Pola Seksual dan Reproduksi
Libido menurun, gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Selama dirawat di rumah sakir klien tidak dapat melakukan hubungan seksual seperti biasanya.

(10)  Pola mekanisme/Penanggulangan Stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa kecemasan (Ansietas), ketakutan dan peka rangsang, mudah tersinggung dan marah, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.

(11)  Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh berupa PPOM tidak menghambat klien dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah klien.
Personal Higiene
Penurunan Kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas tubuh ® Kebersihan buruk, bau badan.

Ketergantungan
Klien tidak mempunyai kebiasaan minum-minuman yang mengandung alkohol.
Klien mempunyai kebiasaan merokok sejak 30 tahun yang lalu dan mampu menghabiskan 2 pak / hari.

Aspek Psikologis
Klien terkesan takut akan penyakitnya, merasa terasing dan sedikit stress menghadapi tindakan yang diprogramkan.

Aspek Sosial/Interaksi
Hubungan ketergantungan, kurang sisitem pendukung.
Keterbatasan mobilitas fisik. Kelalaian hubungan antar keluarga.

Aspek Spiritual
Klien dan keluarganya sejak kecil memeluk agama Islam, ajaran agama dijalankan setiap saat. Klien sangat aktif menjalankan ibadah dan aktif mengikuti kegiatan agama yang diselenggarakan oleh mesjid di sekitar rumah tempat tinggalnya maupun oleh masyarakat setempat.
Saat ini klien merasa tergangguan pemenuhan kebutuhan spiritualnya


DIAGNOSTIC TEST/PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan Laboratorium.

Darah lengkap tanggal: 15 Maret 2011.
-            Hb                        : 10,7 gr% mg/dl (L 13,5 – 18,0 – P 11,5 – 16,0 mg/dl)
-            Leukosit               : 18.600               (4000 – 11.000).
-            Trombosit             : 381                    (150 – 350).
-            PCV                     : 0,33

Faal Hati tanggal : 15 Maret 2011.
-            SGOT           : 20 (L < 37 P < 31)U/L

Faal Ginjal tanggal  : 15 Maret 2011.
-            Ureum/BUN     : 12 mg/dl           (10 – 45)
-            Serum Creatinin:  0,93 mg/dl       (L : 0,9 – 1,5 P : 0,7 – 1,3)

Darah lengkap tanggal : 20 Maret 2011.
-            Hb                          : 10,6 gr% mg/dl  (L 13,5 – 18,0 – P 11,5 – 16,0 mg/dl)
-            LED                       : 100                     (L 0 – 15/jam P 0 – 20/jam
-            Leukosit                 : 17.600                (4000 – 11.000).
-            Hematokrit             : 31,1                    (L 0,40 – 0,47      P 0,38 – 0,42)
-            Trombosit               : 421                      (150 – 350)
-            PCV                       : 0,33

Gula darah tanggal : 20 Maret 2011.
-            Glukosa Puasa : 50 mg/dl (< 126 mg/dl)

Lemak tanggal            :  20 Maret 2011.
-            Cholesterol Total : 217  (100 - 240)


Faal Hati tanggal: 20 Maret 2011.
-            Alkali Phospatase : 261  
-            SGOT                    : 29,2            (L < 37 P < 31)            U/L
-            SGPT                     : 16,11          (L < 40 P < 31)            U/L
-            Albumin                  : 3,81 gr/dl   (3,2 – 3,5 gr/dl)

Faal Ginjal tanggal : 20 Maret 2011.
-            Uric Acid         : 4,13 mg/dl         (L : 3,4 – 7,0 P 2,4 – 5,7)

Elektrolit tanggal : 20 Maret 2011.
-            Natrium         : 136 mmol/l    (135 – 145 mmol/l)
-            Kalium          : 2,2mmol/l       (3,5 – 5,5 mmol/l)

Gas Darah Analisa :
-            PH                   : (7,35 – 7,45)
-            PO2                    : (80 – 100) mmHg
-            PCO2                : (35 – 45) mmHg
-            HCO3               : (22 – 26) mmol/L
-            BE                   : (- 2,5 -  + 2,5) mmol/L


TERAPI :
-            Oksigen 2 Lt/mt
-            Inj Cepotaxime 3 X 1 gr.
-            Tab Cefrofloxacin 2 X 500 mg
-            Atroven Nebulizer 4 x / hr.
-            Bricasma Nebulizer 4 x / hr.
-            Syr Antacid 3 X 1 C1
-            Tab Ranitidin 2 X 1
-            Tab Codein 3 X 10 mg
Infus RL drip KCl 25 mg/24 jam